top of page

Surat Terbuka untuk Hati Nurani yang Tertidur

ree

Kepada Anda yang Duduk di Singgasana Kekuasaan,

Pernahkah Anda berhenti sejenak di tengah gemerlap fasilitas dan dering telepon kepentingan, lalu menatap ke luar jendela? Bukan untuk melihat megahnya gedung yang Anda bangun, tetapi untuk melihat wajah-wajah yang keringatnya menjadi pondasi gedung itu. Wajah rakyat. Wajah kami.

Kami yang menitipkan amanah di pundak Anda. Kami yang suaranya Anda rebut dengan janji-janji manis saat pemilu, lalu terlupakan saat kursi empuk itu Anda duduki.

Negeri ini, kata orang, adalah serpihan surga yang jatuh ke bumi. Emasnya berkilau, tanahnya subur, lautnya kaya. Tuhan tidak pernah pelit pada kita. Tapi mengapa, di tengah kelimpahan ini, kami harus berjuang begitu keras hanya untuk hidup layak? Mengapa anak-anak kami harus berkompromi dengan mimpinya karena biaya pendidikan yang mencekik? Mengapa orang tua kami harus pasrah pada penyakit karena akses kesehatan yang tak merata?

Bukankah dalam kitab suci negara kita, UUD 1945, telah terukir janji untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum? Janji itu suci. Tapi di tangan Anda, janji itu seringkali menjadi sekadar teks mati, kalah oleh proposal proyek dan bisikan para cukong.

Anda menyajikan kami tontonan. Panggung politik penuh drama, saling serang, saling sikut. Isu-isu dilempar ke media untuk mengalihkan perhatian kami, sementara di belakang panggung, Anda berbagi kue kekuasaan. Demo dan teriakan kami di jalanan, Anda redam dengan narasi kepentingan kelompok, seolah perjuangan kami untuk sesuap nasi adalah sebuah konspirasi. Anda korbankan kami, rakyat Anda sendiri, dalam permainan catur kekuasaan yang tak pernah kami pahami.

Kami yang membayar pajak Anda. Kami yang memberi Anda mobil dinas, rumah mewah, dan segala fasilitas yang Anda nikmati. Kami berikan semua itu agar Anda bisa bekerja dengan tenang, memikirkan nasib kami. Tapi yang terjadi adalah ironi yang menyakitkan: Anda gunakan fasilitas dari keringat kami untuk semakin menekan kami. Anda peras kami untuk menanggung gaya hidup Anda.


Di manakah hati nurani kalian?

Saat Anda menandatangani sebuah kebijakan, apakah terlintas wajah petani yang harga panennya anjlok? Saat Anda mengalokasikan anggaran, apakah terdengar suara guru honorer yang gajinya tak kunjung layak? Saat Anda bepergian ke luar negeri, apakah Anda ingat jalanan berlubang di desa-desa kami?

Kekuasaan itu fana. Jabatan itu sementara. Sejarah akan mencatat semua ini. Bukan sebagai pahlawan yang membangun bangsa, tetapi sebagai para elite yang berpesta di atas penderitaan rakyatnya sendiri.

Kami mungkin lelah, tapi kami tidak akan pernah menyerah. Karena kecintaan kami pada Indonesia jauh lebih besar dari kekecewaan kami pada Anda. Kami akan terus bersuara, terus berjuang, dan terus berdoa, semoga suatu hari, hati nurani yang tertidur di dalam diri Anda dapat terbangun.

Dari kami, Rakyat yang Anda Lupakan.


...Surat terbuka itu adalah sebuah cermin—sebuah undangan untuk kita semua berkaca pada nurani masing-masing. Sebuah momen untuk jeda dan bertanya ke dalam dan Perasaan yang mungkin timbul setelah membaca surat di atas—entah itu kecewa, gemas, sedih, atau bahkan marah—adalah valid. Itu adalah bukti bahwa hati nurani kita masih hidup dan peduli.

Namun, perasaan tanpa tindakan hanya akan menguap menjadi keluh kesah. Energi besar ini terlalu berharga untuk dibiarkan padam begitu saja. Inilah saat yang tepat untuk mengubah energi kegelisahan menjadi energi perubahan yang konstruktif.

Alih-alih bertanya "sampai kapan kondisi ini akan begini?", mari kita mulai bertanya "bagaimana saya bisa menjadi bagian dari perbaikan?". Berikut adalah beberapa langkah nyata yang kami yakini dapat membawa perbedaan.


Solusi dan Jalan Keluar dari Keputusasaan

Keputusasaan hanya akan melanggengkan keadaan. Perubahan harus dimulai, sekecil apa pun itu. Berikut adalah beberapa langkah nyata yang bisa kita, sebagai rakyat biasa, lakukan:

  1. Membangun Kesadaran Kritis di Lingkungan Terkecil:

  2. Edukasi Diri dan Keluarga: Jangan mudah termakan oleh isu media yang bertujuan memecah belah. Ajarilah diri sendiri dan orang di sekitar kita untuk berpikir kritis, memeriksa fakta, dan memahami akar permasalahan, bukan hanya permukaan konfliknya.

  3. Diskusi Konstruktif: Ciptakan ruang-ruang diskusi kecil di lingkungan Anda—bersama teman, di komunitas, atau di RT/RW—untuk membahas masalah-masalah konkret yang dihadapi. Dari sini, solusi-solusi kecil yang relevan bisa lahir.

  4. Memperkuat Pengawasan Sipil (Civil Society):

  5. Dukung Jurnalisme Investigasi: Media yang independen adalah pilar keempat demokrasi. Dukung media atau jurnalis yang berani membongkar kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, baik dengan berlangganan, berbagi karya mereka, atau donasi.

  6. Awasi Anggaran Daerah: Manfaatkan platform keterbukaan informasi publik. Pelajari alokasi APBD di daerah Anda. Apakah lebih banyak untuk perjalanan dinas pejabat atau untuk perbaikan sekolah dan puskesmas? Platform seperti KawalAPBD bisa menjadi acuan.

  7. Lapor dan Viralkan Penyelewengan: Jangan diam jika melihat penyelewengan. Gunakan platform seperti LAPOR! (lapor.go.id) atau Ombudsman. Manfaatkan kekuatan media sosial secara bertanggung jawab untuk mengangkat sebuah kasus agar mendapat perhatian publik dan aparat.

  8. Menjadi Pemilih yang Cerdas, Bukan Sekadar Penggembira:

  9. Telusuri Rekam Jejak: Saat pemilu tiba, jangan hanya memilih berdasarkan popularitas atau serangan fajar. Cari tahu rekam jejak calon: apa yang sudah pernah mereka lakukan untuk publik? Apakah mereka punya riwayat korupsi? Apa program kerja mereka yang realistis?

  10. Tuntut Kontrak Politik: Minta calon legislatif di daerah Anda untuk menandatangani kontrak politik yang jelas dan terukur. Jika mereka terpilih dan melanggar janji, kontrak ini bisa menjadi alat untuk menagih pertanggungjawaban.

  11. Membangun Kekuatan Ekonomi dari Bawah:

  12. Dukung Usaha Lokal (UMKM): Dengan mendukung produk dan jasa dari sesama rakyat kecil, kita membantu membangun kemandirian ekonomi dari bawah. Semakin kuat ekonomi rakyat, semakin kecil ketergantungan kita pada sistem yang korup.

  13. Bentuk Koperasi: Koperasi adalah wujud nyata gotong royong dalam ekonomi. Dengan berkoperasi, kekuatan tawar para pengusaha kecil, petani, atau nelayan menjadi lebih besar.


Perjuangan ini panjang dan melelahkan. Namun, setiap tindakan kecil yang kita lakukan dengan konsisten akan menjadi gelombang besar yang pada akhirnya mampu membersihkan kotoran yang ada. Jangan biarkan api di dalam hati kita padam. Mari ubah kekecewaan menjadi kekuatan untuk bergerak bersama.


 
 
 

Komentar


bottom of page